Rabu, 25 November 2009

Butir-Butir Analisis Pemikiran Teori Ekonomi dari Para Ahli Filsafat, Kaum Merkantilis dan Kaum Physiokrat Serta Manfaatnya Sampai Dewasa Ini

BAGIAN I

Analisis Pemikiran Para Ahli Filsafat

Pemikiran dari para ahli filsafat telah mempengaruhi pemikiran para ekonom sesudahnya. Teori ekonomi telah dibangun selama berabad-abad dan terus disempurnakan hingga saat ini. Para ahli filsafat telah mengupas dasar-dasar pemikiran ekonomi yang kelak akan dianut, diuji dan diperbaharui oleh para ilmuwan di masa selanjutnya. Ilmu ekonomi sendiri bukan dimulai oleh Adam Smith (1723-1790) yang dikenal sebagai bapak ilmu ekonomi, akan tetapi ilmu ekonomi telah dirintis jauh sebelumnya.

Plato (427-347 B.C)

Available from: (http://en.wikipedia.org/wiki/Plato)

[Accessed 30 April 2006]

Pemikiran teori ilmu ekonomi telah dirintis oleh para ahli filsafat, dimulai dari ahli filsafat Yunani. Adam Smith (1723-1790) sendiri sebenarnya adalah seorang ilmuwan di bidang filsafat. Sebenarnya ilmu ekonomi memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan ilmu filsafat. Jadi ilmu ekonomi merupakan perkembangan dari ilmu filsafat. Oleh karenanya sangat perlu mempelajari pemikiran dari para ahli filsafat untuk menambah khazanah pengetahuan.

Xenophon (440-355 B.C.) dan Plato (427-347 B.C) berkontribusi pada awal pemikiran teori ekonomi mengenai untung ruginya pembagian pekerjaan. Dalam karya Plato (427-347 B.C) berjudul Republic mendukung negara-kota ideal yang dikuasai oleh kumpulan raja yang bijaksana. Pemikiran dari para ahli filsafat inilah yang memulai pemikiran awal mengenai ekonomi, di dalam uraian Plato (427-347 B.C) dikemukakan bahwa dengan adanya pembagian kerja maka dapat memberikan kesempatan kepada manusia untuk memilih pekerjaan yang sesuai dengan pembawaanya.

Xenophon (440-355 B.C)

Available from: (http://en.wikipedia.org/wiki/Xenophon)

[Accessed 30 April 2006]

Pemikiran Plato (427-347 B.C) sedikit banyak juga mempengaruhi pemikiran Adam Smith (1723-1790) yang mengusulkan sistem perekonomian pasar bebas. Walaupun demikian para ilmuwan penganut paham perekonomian pasar bebas menganggap bahwa pemikiran Plato (427-347 B.C) tidak mendukung kebebasan pasar karena adanya peranan pemerintahan yang kuat dalam mengatur ekonomi. Hal ini berbeda dengan pemikiran Aristoteles (384-322 B.C.) yang memberikan dukungan terhadap kebebasan dan sangat mempengaruhi pemikiran Adam Smith (1723-1790) mengenai pembatasan peran pemerintah.


Aristoteles (384-322 B.C)

Available from: (http://en.wikipedia.org/wiki/Aristotle)

[Accessed 30 April 2006]

Aristoteles (384-322 B.C.) juga telah merintis berkembangnya teori ilmu ekonomi. Dalam kupasan Aristoteles dibedakan antara oikonomi yang menyelidiki peraturan rumah tangga yang merupakan arti asli bagi istilah ekonomi, dan chrematisti yang mempelajari peraturan-peraturan tukar-menukar dan karenanya pemikiran ini dapat disebut sebagai perintis jalan bagi berkembangnya teori ilmu ekonomi.

Dijelaskan selanjutnya bahwa kepala rumah tangga harus mengusahakan pemenuhan kebutuhan secara baik dalam. Jikalau suatu “Oikos” mempunyai kelebihan sesuatu maka dengan sendirinya dan pada tempatnya ditukarkan dengan barang-barang yang berlebihan di rumah tangga yang lain. Berdasarkan hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa suatu barang dapat digunakan dengan dua jalan yaitu kemungkinan untuk dipakai dan kemungkinan untuk ditukarkan dengan barang lain. Alhasil dari situ dapat diperoleh pengertian di dalam ilmu ekonomi tentang nilai pemakaian dan nilai pertukaran. Kegiatan pertukaran barang dikerjakan oleh para pedagang sebagai mata pencaharian mereka, hal mana sejalan dengan tujuan chrematisti, meskipun menurut para filsuf Yunani pada waktu itu kurang mendapatkan penghargaan kepada kegiatan (profesi) pedagang.


Johannes Calvijn (1509-1564)
Available from: (http://www.biocrawler.com/encyclopedia/John_Calvin)
[Accessed 30 April 2006]

Kurangnya penghargaan terhadap profesi pedagang tersebut berlanjut sampai dengan abad 18 di mana kaum physiokrat menganggap sebagai “classe sterile“, yang demikian pula ahli-ahli agama Kristen menilainya sebagai kegiatan yang tidak pantas. Selanjutnya St. Thomas Aquino (1225-1274) meninjau ekonomi dari sudut kesusilaan menyatakan bahwa bukan dagang itu yang hina, tetapi cara pedagang di dalam melakukan perdagangan yang tercela. Sebaliknya Johannes Calvijn (1509-1564), terlahir di perancis bernama Jean Chauvin, dikenal juga sebagai John Calvin, membela kegiatan pemungutan bunga dan uang karena menganggap keuntungan pedagang timbul karena buah dari kerajinan dan kegiatannya. Johannes Calvijn (1509-1564) mempertahankan dalil bahwa bunga tidak ditolak sama sekali oleh Alkitab.


Martin Luther (1483-1546)
Available from: (http://en.wikipedia.org/wiki/Martin_luther)
[Accessed 30 April 2006]

Martin Luther (1483-1546) juga mengemukakan keuntungan pedagang seharusnya merupakan penggantian tenaga dan risikonya bukan karena keuntungan dari suatu keadaan barang kurang. Johannes Calvijn (1509-1564) membela pendirian bahwa keuntungan pedagang timbul dari kerajinan dan kegiatannya, Johannes Calvijn (1509-1564) jugalah yang membela pemungutan bunga uang.

Aristoteles (384-322 B.C.) berpendapat tentang bunga uang mempunyai pengaruh berabad-abad lamanya, menurutnya uang diadakan untuk mempermudah pertukaran barang di antara rumah tangga, dan dengan uang semaunya dapat diukur sehingga dapat diadakan persamaannya. Berdasarkan pendapatnya maka uang dapat dipergunakan sebagai alat penukar, satuan pengukur nilai dan alat untuk menimbun kekayaan. Sedangkan pandangannya mengenai bunga dinyatakan bahwa “menurut sifatnya uang tidak dapat beranak” oleh karena itu keuntungan yang diterima oleh kreditor bukanlah sebagai akibat tenaga ekonomi yang merupakan bagian daripada uang, tetapi itu tidak lain daripada perbuatan yang merugikan terhadap debitor. Penolakan atas bunga dari uang juga diajukan oleh St. Thomas Aquino (1225-1274), kaum skolastik di abad pertengahan serta di lingkungan agama Islam. Namun demikian disadari bahwa peminjaman uang itu memerlukan tenaga, ongkos-ongkos dan kemungkinan terjadinya bahaya maka timbul pemikiran bahwa boleh dimintakan ganti kerugian yang pantas.


Werner Sombart (1863-1941)

Available from: (http://en.wikipedia.org/wiki/Werner_Sombart)

[Accessed 14 November 2006]

Werner Sombart (1863-1941) menjelaskan bahwa unsur etik di dalam pembentukan harga semakin terdesak ke samping bilamana keadaan pasar semakin berkembang. Pada abad ke-17 Jacques dan Louis Savary mengemukakan bahwa harga-harga sebenarnya atau harga intrinsik daripada barang diukur dengan ongkos-ongkos yang dibebankan pedagang untuk itu, ditambah dengan apa yang pantas untuk upahnya. Nicholas Oresme (1320-1382) dan Niccolo Machiavelli (1469-1527) melepaskan pandangan teori ekonomi dari ajaran agama dan demikian pula ilmu politik terlepas dari etik.

Niccolo Machiavelli (1469-1527)

Available from: (http://en.wikipedia.org/wiki/Niccolo_Machiavelli)

[Accessed 14 November 2006]

Pandangan dari para ahli filsafat memperkaya pandangan dari ekonom dan memberikan dasar pemikiran selanjutnya di dalam ekonomi. Pemikiran mereka telah merintis bagi jalan berkembangnya ilmu ekonomi. Dengan mempelajari pandangan dari para ahli filsafat dapat memberikan gambaran mengenai dinamika perkembangan teori ekonomi dari waktu ke waktu.

BAGIAN II

Analisis Pemikiran Para Kaum Merkantilis

Sebelum abad ke-16 dan ke-17 perdagangan dinilai sebagai derajat yang rendah, kaum merkantilis telah mulai memusatkan perhatiannya kegiatan ekonominya di dalam perdagangan terutama perdagangan luar negeri. Pemikiran kaum merkantilis telah mengangkat pandangan masyarakat dan negara mengenai perdagangan. Emas yang mengalir dari luar ke dalam negeri sebagai akibat perdagangan telah memperkuat negara. Kaum merkantilis sering disebut juga tukang batunya ilmu ekonomi pada abad ke-16 dan ke-17.

Kaum merkantilis tua yang juga disebut sebagai kaum Bullion seperti Hales, Miles, Gerald de Malynes (1586-1641) dan Edward Misselden (1608-1654) menyatakan agar negara memasukkan sebanyak-banyaknya logam mulia murni ke dalam negeri dan menahannya jangan sampai keluar, dalam hal ini uang disamakan dengan kemakmuran.

Gerald de Malynes (1586-1641) dan Sir William Petty (1623-1687) berpendapat bahwa turunnya bunga dan meningkatnya perdagangan, sebagai akibat penting dari bertambahnya uang yang beredar. Pendapat bahwa bunga adalah harga untuk uang ditolak oleh kaum klasik dan para ahli ekonomi sesudahnya sampai dengan John Maynard Keynes (1883-1946) menulis bukunya yang berjudul General Theory of Employment, Interest and Money yang meminta perhatian bagi kebenaran pendapat kaum Merkantilis. Dalam hal ini pendapat Keynes yang membela pendapat kaum Merkantilis dengan teori yang dikenal dengan motivasi “liquidity preferences“.

Charles d’Avenant (1656-1714) menyatakan bahwa kekayaan dalam bentuk uang hanyalah kekayaan mati. Oleh karena itu harus diperbesar tingkat konsumsi masyarakat terutama untuk barang mewah yang diproduksi di dalam negeri. Selanjutnya diakui oleh kaum merkantilis akan aliran logam mulia ke Eropa Barat dalam abad ke-16 dan sesudahnya berakibat meningkatkan tingkat harga umum di negara tersebut. Dengan demikian maka muncullah teori kuantitas uang. Di dalam teori tersebut masih sederhana dinyatakan bahwa keseimbangan antara tingkat harga dengan jumlah uang beredar. Dikemukakan lebih lanjut bahwa penambahan uang beredar dengan satu persen akan berarti naiknya harga dengan satu persen. Hal demikian berarti bahwa koefisien elastisitas tingkat harga terhadap jumlah uang beredar sama dengan satu.

John Locke (1632-1704) mengemukakan bahwa dalam hal ini yang harus diperhatikan bukan hanya jumlah uang yang beredar, tetapi juga cepatnya uang beredar. Dalam hal ini kecepatan berputar daripada uang tidaklah sama untuk semua subyek ekonomi. Menurut taksirannya volume uang yang diperlukan untuk suatu negeri sama dengan 1/15 daripada upah tahunan ditambah ¼ pendapatan para pemilik tanah besar setiap tahun ditambah 1/20 pendapatan para pedagang setiap tahun. Richard Cantillon (1680-1734), seorang bankir Irlandia dan petualang yang beremigrasi ke Paris, menyatakan jumlah uang yang diperlukan sama dengan 1/9 hasil nasional bersih.

Teori kuantitas uang sederhana tersebut kemudian dibelakang hari disempurnakan oleh Irving Fisher (1867-1947), profesor ekonomi dari Yale dan pendiri aliran monetaris, dengan rumus M x V = P x T (M adalah Money yaitu kuantitas uang yang beredar, V adalah Velocity yaitu kecepatan uang atau perputaran uang tahunan, P adalah Price yaitu tingkat harga umum, T adalah Trade yaitu kuantitas barang yang dihasilkan/diperdagangkan selama setahun). Ini berarti bahwa dalam hal kecepatan peredaran uang yang tetap (konstan) dan jumlah barang yang sama yang diperdagankan, maka tingkat harga ditentukan oleh jumlah uang. Irving Fisher (1867-1947) dalam hal ini telah membedakan antara uang kartal yaitu seperti uang logam, uang kertas dan lain-lain serta uang giral yaitu uang dalam bentuk giro, deposito, dan sebagainya yang ada di dalam bank.

Pieter De La Court (1618-1685)
Available from: (http://en.wikipedia.org/wiki/Pieter_de_la_court)

[Accessed 14 November 2006]

Kaum Bullion berpendapat bahwa ekspor logam mulia murni harus dilarang sama sekali tidak dijumpai, tetapi yang penting bagaimana nilai ekspor harus lebih besar daripada impor. Pieter De La Court (1618-1685) dari Belanda membuat usulan kepada pemerintahannya:

  1. Untuk memajukan perkapalan dengan perpajakan yang ringan untuk mengangkut barang-barang dari luar negeri.
  2. Mempajaki kapal-kapal luar negeri yang masuk.
  3. Semua barang-barang yang dapat dibuat di negeri sendiri jangan dibebani pajak terlalu banyak.
  4. Semua bahan mentah sama sekali tidak boleh dibebani pajak.
  5. Semua barang-barang luar negeri harus dibebani bea masuk.

David Hume (1711-1776), seorang tokoh ekonomi klasik, mengkritik pemikiran kaum merkantilisme dengan menjelaskan mengenai mekanisme otomatis dari Price-Spice Flow Mechanism atau PSFM. Ide pokok pikiran dari merkantilisme mengatakan bahwa negara/raja akan kaya/makmur bila X>M sehingga LM yang dimiliki akan semakin banyak. Ini berarti Money supply (Ms) atau jumlah uang beredar banyak. Bila Money supply atau jumlah uang beredar naik, sedangkan produksi tetap/tidak berubah, tentu akan terjadi inflasi atau kenaikan harga. Kenaikan harga di dalam negeri tentu akan menaikkan harga barang-barang ekspor (Px), sehingga kuantitas ekspor (Qx) akan menurun.



David Hume (1711-1776)
Available from: (http://en.wikipedia.org/wiki/David_Hume)

[Accessed 14 November 2006]

Dengan adanya kritik David Hume (1711-1776) maka teori pra-klasik atau merkantilisme dianggap tidak relevan. Selanjutnya Adam Smith (1723-1790) menyumbangkan pemikirannya dalam buku yang berjudul “An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations” pada tahun 1776. Sehingga muncul teori klasik atau absolute advantage dari Adam Smith (1723-1790). Pendapat Adam Smith (1723-1790) adalah sebagai berikut:

  1. Ukuran kemakmuran suatu negara bukan ditentukan banyaknya LM yang dimilikinya.
  2. Kemakmuran suatu negara ditentukan oleh besarnya GDP dan sumbangan perdagangan luar negeri terhadap pembentukan GDP negara tersebut.
  3. Untuk meningkatkan GDP dan perdagangan luar negeri, maka pemerintah harus mengurangi campur tangannya sehingga tercipta perdagangan bebas atau free trade
  4. Dengan adanya free trade maka akan menimbulkan persaingan atau competition yang semakin ketat. Hal ini akan mendorong masing-masing negara untuk melakukan spesialisasi dan pembagian kerja internasional dengan berdasarkan kepada keunggulan absolut atau absolute advantage yang dimiliki negara masing-masing.
  5. Spesialisasi dan pembagian kerja internasional yang didasarkan kepada absolute advantage, akan memacu peningkatan produktivitas dan efisiensi sehingga terjadi peningkatan GDP dan perdagangan luar negeri atau internasional.
  6. Peningkatan GDP dan perdagangan internasional ini identik dengan peningkatan kemakmuran suatu negara.

Sir William Petty (1623-1687) pada tahun 1679 telah menghitung pendapatan nasional Inggris yang selanjutnya melahirkan ilmu pengetahuan “Political Aritmathic”. Perhitungan pendapatan nasional terus berkembang dan menjadi isu penting di dalam ekonomi sampai dengan dewasa ini. Pendapatan nasional telah dijadikan tolok ukur atas keberhasilan suatu pemerintahan dalam mengatur ekonominya.

Gregory King (1648-1712) dalam tahun yang hampir bersamaan mengumpulkan bahan-bahan yang sama untuk membuat gambar kurva permintaan terhadap gandum dalam suatu kejadian konkrit. Menurut hukum King perubahan dalam penawaran gandum berturut-turut dengan 1/10, 2/10, 3/10, 4/10, dan 5/10, membuat harga berubah dalam arah yang sebaliknya dengan 3/10, 8/10, 16/10, 28/10, dan 45/10. Pemikiran ini semakin dikembangkan dalam teori permintaan dan penawaran oleh ekonom selanjutnya.

Gregory King’s Law, or the “King-Davenant law,” is an estimate of by how much a deficiency in the supply of corn will raise the price of corn. It appears in Davenant’s Essay upon the Probable Methods of making a People Gainers in the Balance of Trade. Since the early 19th century it has usually been attributed to King.

It is observed that but one-tenth the defect in the harvest may raise the price three-tenths, and when we have but half our crop of wheat, which now and then happens, the remainder is spun out by thrift and good management, and eked out by the use of other grain; but this will not do for above one year, and would be a small help in the succession of two or three unseasonable very destructive, in which many of the poorest sort perish, either for want of sufficient food or by unwholesome diet.

“We take it that a defect in the harvest may raise the price of corn in the following proportions:

Defect raises the price above the common rate

1 tenth …………… 3 tenths

2 tenths …………… 8 tenths

3 tenths …………… 16 tenths

4 tenths …………… 28 tenths

5 tenths …………… 45 tenths

So that when corn rises to treble the common rate, it may be presumed that we want above one-third of the common produce; and if we should want five-tenths or half the common produce, the price would rise to near five times the common rate.” (The Works of Sr William D’Avenant Kt, vol. ii, pp. 224, 225, edited by Sir C. Whitworth, London (1771)).

BAGIAN III

Analisis Pemikiran Para Kaum Physiokrat

Tokoh-tokoh kaum physiokrat adalah François Quesnay (1694-1774), Pierre Samuel du Pont de Nemours (1739-1817) dan Charles Gide, di mana paham dari aliran ini yang terpenting bagaimana penguasaan alam. Jikalau kaum merkantilis adalah sebagai perintis ilmu ekonomi, maka kaum physiokrat disebut sebagai pendasar ilmu ekonomi.

Kaum physiokrat sebagai yang pertama memandang kehidupan perekonomian sebagai suatu sistem yang sudah ditentukan dan sebagai suatu sistem yang diatur oleh hukum-hukum tersendiri, dan atas dasar itu dapat dibuat perhitungan dan ramalan-ramalan serta mereka mencoba merumuskan hukum-hukum ini. Para pengikut mazhab physiokrat adalah Mercier De la Rivière (1720-1794), Boudeau, Robert Jacques Turgot (1727-1781), le Trosne, serta Karl Friedrich von Baden-Durlach.

Menurut François Quesnay (1694-1774), seorang doketer, melihat peredaran ekonomi (aliran barang-barang di masyarakat) seperti aliran darah di dalam tubuh manusia. Prinsip dasar pandangan kaum physiokrat adalah di dalam kehidupan harus mendasarkan kepada natural order. Organisasi yang asasi bahwa setiap individu mengetahui kepentingan sendiri, dan selanjutnya yang terbaik mengurus kepentingan sendiri itu adalah setiap orang itu sendiri. Akhirnya kepentingannya sendiri dan kepentingan umum jatuh bersamaan, sehingga bilamana setiap individu dibebaskan untuk membela kepentingannya sendiri, maka juga kepentingan umum akan teriris dengan baik sekali. (leisser faire, leisser passer, le monde va alors de luis meme).

Kaum physiokrat mengembangkan teori harmoni, yakni keserasian antara kepentingan individu dan kepentingan umum (masyarakat). Selanjutnya diketengahkan prinsip ekonomi yang dijadikan dasar umum teori ekonomi kaum physiokrat di mana setiap individu berusaha memperoleh suatu hasil tertentu dengan pengorbanan sekecil-kecilnya. Teori harmoni ini kemudian dilanjutkan kaum klasik yang berbunyi: setiap individu berusaha memperoleh pendapatan sebanyak-banyaknya, dan pendapatan hanya dapat bertambah bilamana subyek ekonomi menawarkan kepada sesamanya barang yang lebih baik dan atau lebih murah, serta pemerintah tidak perlu campur tangan. Pemerintah hanya bertugas di dalam bidang justisi, milisi, pengajaran dan pekerjaan umum. Hal ini merupakan reaksi atas campur tangan pemerintah yang begitu jauh yang diajarkan oleh kaum merkantilis.

Jikalau kaum merkantilis menempatkan perdagangan luar negeri dalam pusat pandangan ekonominya, maka kaum physiokrat menempatkan pertanian dalam pandangan ekonominya. Hanya pertanianlah yang dapat memberikan hasil yang produktif.

Sir William Petty (1623-1687) menyatakan bahwa “labour is the father and active principle of wealth, as lands are the mother“. Petani menuai lebih banyak daripada yang ditaburkannya dan kelebihan ini (atau disebut “produit net“) ditambahkannya sebagai barang (product) baru kepada peredaran perekonomian masyarakat.

Kehidupan perekonomian secara keseluruhan sebagai suatu sistem, François Quesnay (1694-1774) menggambarkan hubungan di antara tiga golongan masyarakat.

  1. Classe productive; yakni para petani.
  2. Classe prosprietaires; yakni para pemilik tanah.
  3. Classe sterile; yakni para pedagang dan industriawan.

Ketiga golongan masyarakat inilah yang dianggap berperanan dalam pembagian pendapatan masyarakat (nasional) yang digambarakan dalam “Tableau Economique“. Selanjutnya ditambahkan golongan pekerja yang disebut classe passive sebagai golongan keempat yang mempunyai arti dalam hubungan konsumsi bukan untuk produksi.

Dalam teori pembagian pendapatan masyarakat (nasional) ini François Quesnay (1694-1774) menyatakan bahwa golongan petani (classe productive) menghasilkan F 5 milyar. Diantaranya F 2 milyar mengalir ke classe prosprietaires dan F 1 milyar mengalir ke classe sterile dan tersisihkan bagi keperluan classe productive sebesar F 2 milyar untuk keperluan sendiri, ternaknya dan bibit.

Selanjutnya dari classe
prosprietaires F 1 milyar digunakan untuk pembelian bahan makanan, yang berarti mengalir kembali kepada kaum petani. Sedangkan F 1 milyar lagi dipergunakan untuk memperoleh barang-barang industri, yang berarti mengalir kepada classe sterile. Penerimaan F 2 milyar classe sterile dipergunakan untuk membeli bahan makanan. Dengan demikian pada akhir proses pembagian pendapatan nasional classe productive menerima kembali F 3 milyar di mana F 1 milyar berasal dari classe des prosprietaires dan F 2 milyar berasal dari classe sterile. Berdasarkan “Tableau Economique” yang disusun Quesnay maka dapat memberikan wawasan kepada suatu pembukuan nasional atau suatu input-output analysis.



Tableau Economique” oleh François Quesnay (1694-1774)

François Quesnay (1694-1774) selanjutnya membedakan konsep nilai dan harga yang cocok digunakan dalam sistem yang dipakainya. Sedangkan tentang harga dibedakan antara harga pokok barang dan harga yang harus dibayar konsumen. Harga pokok menurut François Quesnay (1694-1774) tergantung dari biaya-biaya yang dikeluarkan untuk menyiapkan barang itu untuk pasar. Sedangkan harga penjualan kepada konsumen, biasanya para pedagang berusaha memperoleh marjin uang sebesar-besarnya.

Harga jual hasil- hasil industri sama dengan harga pokoknya, di mana dalam hal ini pedagang hanya dapat memperoleh laba dengan merugikan konsumen. Sebaliknya untuk produk-produk hasil pertanian agar dengan harga jualnya dapat diperoleh laba yang besar guna dilakukan untuk investasi yang mendatangkan tambahan “produit net“.

Perhitungan kaum physiokrat untuk menyerahkan 2/5 dari pendapatan nasional kepada pemilik tanah karena dianggapnya mereka itu sebagai tulang punggung negara. Dari sewa tanah yang diterimanya, harus membayar pajak dan kewajiban sosial lainnya (termasuk pemesanan pembelian barang-barang mewah yang mendorong kemajuan para pengrajin). Dengan demikian maka para pemilik tanah (classe des proprietaires) adalah sebagai penggerak peredaran perekonomian. Selanjutnya sampailah pada suatu slogan “bilamana petani miskin, maka miskinlah negara (kerajaan) dan miskin pulalah rajanya (kepala negara) “pauvre paysans, pauvre royaume, pauvre roi“.

Tapi upah menurut kaum physiokrat dinyatakan bahwa besarnya upah sama dengan ongkos-ongkos hidup. Maka upah akan naik bilamana harga gandum naik. Jadi menurut mereka, untuk kesejahteraan kaum buruh tidak ada artinya tingginya tingkat harga.

Apabila kaum merkantilis dalam menganalisa soal-soal ekonomi banyak mencurahkan perhatian pada soal-soal moneter, maka kaum physiokrat menunjukkan bahwa “tabir uang” membuat samar-samar gejala-gejala ekonomi. Oleh karenanya soal-soal ekonomi yang sebenarnya harus dicari dibelakang tabir uang ini; hal mana diikuti pendapat serupa oleh kaum klasik sampai dengan terbitnya buku General Theory of Employment, Interest and Money yang ditulis oleh John Maynard Keynes (1883-1946).

Teori uang menurut seorang physiokrat bernama Robert Jacques Turgot (1727-1781) mengemukakan bahwa dalam sistem penukaran barang digunakan alat penukar yang lazim dan dikehendaki oleh orang pada umumnya yakni dengan hitungan domba. Lambat laun orang membuat daftar harga-harga itu dalam domba abstrak (dalam angan-angan saja). “Domba abstrak” ini kemudian merupakan satuan perhitungan. Pemikian ini kelak akan menginspirasi akan standar logam mulia (emas) yang didukung oleh Adam Smith (1723-1790), sebagai patokan uang dianggap lebih stabil.

Teori bunga menurut kaum physiokat diketengahkan oleh Robert Jacques Turgot (1727-1781) di mana bahwa uang tidak dapat beranak, tetapi menggunakan teori fruitifikasi (berbuah), jadi dapat berbuah.

Dalam hal pajak, mengingat pemerintah harus bertanggung jawab dalam pendidikan yang memerlukan biaya besar, maka memerlukan sumber pendanaan yang berasal dari pajak. Tetapi berbagai macam jenis pajak disederhanakan dalam “impot direct et unique” (pajak langsung dan tunggal) yang dikenakan terhadap “produit net” sebesar 3/10. Pendapat tentang pajak kaum physiokrat sampai dengan sekarang masih banyak pengikutnya meskipun dengan alasan-alasan yang berbeda, tentang pajak langsung dan tunggal, seperti di Amerika Serikat, Austria dan Jerman. Pemikiran ini mensinyalkan akan debirokratisasi atas pajak serta melandasi pemikiran keadilan pajak yang sampai saat ini masih terus berkembang. Di kemudian hari terbukti bahwa jenis pajak yang bermacam-macam dapat membuka peluang pungutan liar. Pemikiran mengenai pajak nantinya terus disempurnakan.



Robert Jacques Turgot (1727-1781)

Available from: (http://en.wikipedia.org/wiki/Jacques_Turgot)

[Accessed 14 November 2006]

Daftar Tokoh Ekonomi

Xenophon (440-355 B.C.)

Aristotle (384-322 B.C.)

Aquinas, St. Thomas (1225-1274)

Oresme, Nicholas (1320-1382)

More, Sir Thomas (1478-1535)

Bodin, Jean (1530-1596)

Mun, Thomas (1571-1641)

Montchrétien, Antoine de (1575-1621)

Malynes, Gerald de (1586-1641)

Hobbes, Thomas (1588-1679)

Misselden, Edward (1608-1654)

Colbert, Jean Baptise (1619-1683)

Petty, Sir William (1623-1687)

Child, Sir Josiah (1630-1699)

Locke, John (1632-1704)

Vauban, Marshal Sébastien (1633-1707)

North, Sir Dudley (1641-1691)

Newton, Sir Isaac (1642-1727)

Boisguillebert, Pierre le Pesant (1646-1714)

Davenant, Charles (1656-1714)

De Moivre, Abraham (1667-1754)

Mandeville, Bernard de (1670-1733)

Law, John (1671-1729)

Cantillon, Richard (1680-1734)

Montesquieu, Charles Louis de Secondat (1689-1755)

Zincke, Georg Heinrich (1692-1768)

Hutcheson, Francis (1694-1746)

Quesnay, François (1694-1774)

Bernouilli, Daniel (1700-1782)

Bayes, Reverend Thomas (1702-1761)

Hume, David (1711-1776)

Steuart, Sir James (1712-1780)

Mireabeau, Victor de Riqueti, Marquis de (1715-1789)

De la Rivière, Mercier (1720-1794)

Smith, Adam (1723-1790)

Turgot, Robert Jacques (1727-1781)

Galiani, Abbé (1728-1787)

Borda, Jean Charles (1733-1799)

du Pont de Nemours, Pierre Samuel (1739-1817)

Condorcet, Marquis de (1743-1794)

Bentham, Jeremy (1748-1832)

Legendre, Adrien Marie (1752-1833)

Godwin, William (1756-1836)

Saint-Simon, Comte Henri de (1760-1825)

Babeuf, François (1764-1797)

Malthus, Thomas R. (1766-1834)

Say, Jean-Baptiste (1767-1832)

Hegel, Georg Friedrich (1770-1831)

Owen, Robert (1771-1858)

Fourier, Charles (1772-1837)

Ricardo, David (1772-1823)

Sismondi, Jean Charles (1773-1842)

Gauss, Carl Friedrich (1777-1855)

Von Thünen, Johann Heinrich (1780-1850)

Poisson, Siméon Denis (1781-1840)

Hodgskin, Thomas (1787-1869)

List, Friedrich (1789-1846)

Senior, Nassau William (1790-1864)

Carey, Henry Charles (1793-1879)

Quetelet, Adolphe (1796-1874)

Walker, Amasa (1799-1875)

Bastiat, Frédéric (1801-1850)

Cournot, Antoine Augustin (1801-1877)

Dupuit, A.J.E. ( 1804-1866)

Mill, John Stuart (1806-1873)

Proudhon, Pierre-Joseph (1809-1865)

Gossen, Hermann Heinrich (1810-1858)

Hildebrand, Bruno (1812-1878)

Blanc, Louis (1813-1882)

Roscher, Wilhelm (1817-1894)

Marx, Karl (1818-1883)

Juglar, Clément (1819-1905)

Knies, Karl Gustav (1821-1898)

Bertrand, Joseph Louis François (1822-1900)

Galton, Francis (1822-1911)

Cairnes, John Elliot (1824-1875)

Lassalle, Ferdinand (1825-1864)

Bagehot, Walter (1826-1877)

Perry, Arthur Latham (1830-1905)

Walras, Marie Esprit Léon (1834-1910)

Jevons, William Stanley (1835-1882)

Wagner, Adolf (1835-1917)

Schmoller, Gustav (1838-1917)

George, Henry (1839-1897)

Menger, Carl (1840-1921)

Walker, Francis A. (1840-1897)

Marshall, Alfred (1842-1924)

Brentano, Ludwig Joseph (Lujo) (1844-1931)

Wicksteed, Philip (1844-1927)

Edgeworth, Francis Ysidro (1845-1926)

Clark, John Bates (1847-1938)

Pareto, Vilfredo (1848-1923)

Böhm-Bawerk, Eugen (1851-1914)

Wicksell, Johann Gustaf Knut (1851-1926)

Wieser, Friedrich Freiherr von (1851-1926)

Toynbeee, Arnold (1852-1883)

Pearson, Karl (1857-1936)

Veblen, Thorstein (1857-1929)

Hobson, John A. (1858-1940)

Commons, John R. (1862-1945)

Cassel, Gustav (1866-1945)

Fisher, Irving (1867-1947)

Lenin, Vladimir Ilyich Ulyanov (1870-1924)

Yule, George Udny (1871-1951)

Mitchell, Wesley Clair (1874-1948)

Young, Allyn (1876-1929)

Hilferding, Rudolf (1877-1941)

Pigou, Alfred Cecil (1877-1959)

Hawtrey, Ralph G. (1879-1971)

Heckscher, Eli F. (1879-1952)

Slutsky, Evgeny Evgenievich (1880-1948)

Mises, Ludwig von (1881-1973)

Keynes, John Maynard (1883-1946)

Schumpeter, Joseph A. (1883-1950)

Knight, Frank H. (1885-1972)

Hayek, Friedrich August von (1889-1992)

Lindahl, Erik (1891-1960)

Kondratieff, Nikolai Dimitri (1892-1938)

Frisch, Ragnar (1895-1973)

Hotelling, Harold (1895-1973)

Myrdal, Gunnar (1898-1987)

Kalecki, Michael (1899-1970)

Ohlin, Bertil (1899-1979)

Harrod, Roy F. (1900-1978)

Kuznets, Simon (1901-1985)

Morgenstern, Oskar (1902-1976)

Tinbergen, Jan (1903-1994)

Neumann, John von (1903-1957)

Hicks, John R. (1904-1989)

Kahn, Richard F. (1905-1989)

Georgescu-Roegen, Nicholas (1906-1994)

Meade, James E. (1907-1995)

Nurkse, Ragnar (1907-1959)

Kaldor, Nicholas (1908-1986)

Koopmans, Tjalling C. (1910-1986)

Kantorovich, Leonid (1912-1986)

Lewis, Sir W. Arthur (1915-1990)

Available from: http://alpha.montclair.edu/~lebelp/RolodexofFamousEconomists.html [Accessed 30 April 2006]

DAFTAR RUJUKAN

Masngudi. 2006. Handout Ekonomi Internasional Lanjutan. Universitas Borobudur. Jakarta.

Masngudi. 2006. Handout Sejarah Pemikiran Ilmu Ekonomi. Universitas Borobudur. Jakarta.

Skousen, Mark. 2005. Sejarah Pemikiran Ekonomi, Sang Maestro Teori-Teori Ekonomi Modern. Prenada Media. Jakarta.

http://alpha.montclair.edu/~lebelp/RolodexofFamousEconomists.html

http://en.wikipedia.org/

http://www.biocrawler.com/encyclopedia/


Jumat, 20 November 2009

PERJUANGAN HAMMAS...KEBANGKITAN IKHWANUL MUSLIMIN DI PALESTINA

HAMAS adalah kependekan dari Harokah al Muqowamah al Islamiyah atau Gerakan Perlawanan Islam, didirikan pada tanggal 14 Desember 1987 M oleh Syeikh para syuhada Ahmad Yasin bersama dengan beberapa orang yang meyakini pemikiran gerakan dan manhajnya.

Adapun tahapan-tahapan dari berdirinya gerakan ini adalah:

Fase 70-an : Harokah (Gerakan) sudah mampu berperan dalam meletakan dasar dan memunculkan kelompok-kelompok islam di berbagai yayasan dan asosiasi. Dari sinilah muncul perkumpulan dan lembaga islam hingga terbentuknya Universitas Islam.

Awal 80-an : Harokah semakin solid dalam aspek tanzhim (organisasi) dan ta’thir (ruang lingkup). Pada fase ini harokah merasakan kebutuhan yang mendesak untuk melakukan perlawanan terhadap pendudukan Zionis. Di tahun 1983 dibentuklah suatu komisi militer yang melakukan berbagai gerakan-gerakan rahasia untuk melindungi kerja-kerja militer hingga terbentuk Organisasi Jihad dan Dakwah (MAJD)

Tahun 1987 : Harokah mulai melakukan aksi-aksi massa untuk melakukan perlawanan terhadap pendudukan Zionis melalui berbagai domonstrasi dan penyebaran pamflet kepada rakyat Palestina di daerah Gaza demi memberikan pernyadaran dan kewaspadaan terhadap berbagai cara-cara penundukan yang dilakukan musuh.

Desember 1987: Terjadi percikan pertama yang memunculkan HAMAS dikarenakan tindakan penganiayaan Zionis terhadap hak-hak rakyat Palestina hingga sampai tahap yang sudah tidak bisa ditahan.

Kehormatan dan hak-hak rakyat Palestina dihina dan direndahkan yang menyebabkan munculnya revolusi. Munculnya Gerakan INTIFADHAH (gelombang perlawanan) bulan Desember 1987 diawali dengan berbagai pemberontakan, revolusi, demonstrasi dan aksi-aksi yang menunjukkan penolakan rakyat Palestina.

Pada bulan-bulan itu juga para tokoh Gerakan Ikhwan memberikan berbagai pelatihan dalam menciptakan perlawanan massa dan penyebaran berbagai pamflet untuk menggiring opini umum dalam menentang pendudukan Zionis.

6 Desember 1987: Terjadi tindakan sewenang-wenang yang dilakukan oleh seorang supir sebuah Truk Zionis yang menabrakkan kendaraannya ke sebuah mobil kecil yang membawa para pekerja Arab dan mengakibatkan 4 orang penduduk Palestina syahid. Kejadian tersebut menandai munculnya tahapan baru dalam jihad rakyat Palestina.

Para tokoh Gerakan Ikhwan di Gaza mulai melatih para mahasiswa cara-cara berdemonstrasi. Mereka pun rela menutup kampusnya pada hari-hari demonstrasi. Mereka terus menerus melakukan berbagai demonstrasi baik siang maupun malam sehingga berhasil mendapatkan simpati dan dukungan dari masyarakat Palestina, bahkan rakyat pun ikut turun ke jalan bersama para mahasiswa menentang pendudukan Zionis. Inilah yang menjadi percikan pertama dari kemunculan intifadhah yang penuh berkah.

14 Desember 1987 : Merupakan tahapan baru dalam jihad rakyat Palestina menentang pendudukan Zionis zhalim yaitu tahapan yang mencerminkan gelombang perlawanan islam. Pada awalnya dinamakan حمس (HAMAS) namun setelah beberapa hari diganti menjadi حماس (HAMAAS) kata yang berarti kekuatan dan aktivitas.

Kelahiran HAMAS ini diprakarsai oleh para tokoh Ikhwan yang berjumlah 7 orang. Mereka mengadakan pertemuan di wilayah Gaza setelah kejadian truk 6 Desember 1987 yang kemudian menghasilkan HAMAS.

Ketujuh orang pendiri HAMAAS itu adalah Syeikh Ahmad Yasin, DR. Ibrahim al Bazuri, Muhammad Syam’ah (perwakilan di kota Gaza), Abdul Fatah Dakhon (Perwakilan Wilayah Tengah), DR. Abdul Aziz ar Rantisi (Perwakilan Khan Yunus), Isa an Nasyar (perwakilan kota Rafah), Shalah Syahadah (Perwakilan Wilayah Utara).

Gerakan HAMAS ini membuat panik pendudukan Zionis sehingga pada tahun 1988 mereka melakukan banyak penangkapan dan pengusiran tidak terkecuali para pendiri gerakan kecuali Syeikh Ahmad Yasin yang baru dipenjarakan pada tahun 1989.

Berbagai penangkapan terhadap para pemimpin HAMAS di level pertama terus dilakukan namun itu semua tidak menghentikan regenerasi kepemimpinan dalam tubuh HAMAS hingga sampai level kelima. Penangkapan-penangkapan yang dilakukan Zionis itu tidak berpengaruh apa-apa apalagi menghentikan gerakan.

HAMAS juga menggunakan masjid dalam membangkitkan kesadaran dan perlawanan rakyat Palestina terhadap pendudukan Zionis, yang kemudian gerakan itu dikenal dengan “Tsaurotul Masjid” (Revolusi Masjid).

HAMAS adalah sebuah Gerakan Jihad, Da’wah dan Politik, ia berdiri di atas Syumuliyatul Islam (Universalitas Islam) yang mencakup semua aspek kehidupan. Hal itu dibuktikan dengan masuknya HAMAS ke medan politik dan ikut serta dalam Pemilu bahkan bisa memenangkannya.

Sejak awal, sebenarnya HAMAS sudah menunjukkan keuniversalannya, seperti memiliki Yayasan-yayasan Sosial, Pendidikan, politik dan Jihad. Masuknya HAMAS ke medan perpolitikan adalah proses alami yang bertujuan membenahi berbagai penyimpangan yang ada didalam berbagai peraturan yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip rakyat Palestina dan memberikan perlindungan terhadap berbagai kekayaan dan hak-hak mereka. (disarikan dari hasil wawancara http://www.facebook.com/l/9fc83;www.ikhwanonline.net dengan H. Muhammad Syam’ah, salah seorang pendiri HAMAS)

Sasaran utama Gerakan HAMAS adalah mendirikan negara Palestina diatas seluruh tanah Palestina melalui jihad yang diikuti oleh seluruh kaum muslimin. Didalam Manifestasi Gerakan dijelaskan bahwa kemunculan Intifadhah adalah demi iizzah dan kemuliaan rakyat Palestina sebagaimana disebutkan “Demi mnegembalikan hak-hak kami di negara kami dan meninggikan Panji Allah di bumi.”

Kemudian ditegaskan lagi didalamnya bahwa “Intifadhah (Perlawanan masal) rakyat kami adalah untuk berjaga-jaga di bumi yang sedang dijajah ini. Intifadhah lahir untuk menentang politik pemaksaan Zionis dan untuk memberikan penyadaran kepada setiap sanubari… “

Pemahaman aqidah HAMAS bersandar kepada Al Qur’an dan Sunanh Nabi. Kemunculan HAMAS diprakarsai oleh pemikiran Ikhwanul Muslimin dan HAMAS adalah salah satu sayap dari Gerakan Ikhwan.

Pasal Pertama di dalam Piagam Gerakan disebutkan bahwa manhaj HAMAS adalah islam. HAMAS menjadikan islam sebagai sumber pemikiran dan pemahamannya terhadap alam, kehidupan, manusia, kepadanya mereka berhukum dalam setiap prilakunya dan segala langkah-langkahnya juga merujuk kepadanya.”

HAMAS adalah salah satu mata rantai dari mata rantai-mata rantai jihad dalam memerangi orang-orang Zionis yang kemunculannya memiliki kaitan erat dengan asy Syahid Izzudin al Qossam dan para mujahidin Ikhwanul Muslimin tahun 1936, yang kemudian juga merupakan kelanjutan dari jihad rakyat Palestina dan jihad Ikhwanul Muslimin di dalam perang 1948 serta berbagai operasi jihad Ikhwan Muslimin di tahun 1967.

Adapun struktur HAMAS terbagi menjadi 4 sayap yang saling terpisah :

1. Sayap Mobilisasi Massa.
2. Sayap Keamanan (dahulu bernama MAJD) yang dibentuk pada tahun 1983
3. Sayap Militer (Batalyon Asy Syahid Izzuddin Al Qossam), sebelumnya bernama “Mujahidu Filistiniyin” atau “Al Mujahiduun”
4. Sayap Politik

HAMAS berkeyakinan bahwa peperangan dengan Zionis di Palestina adalah peperangan eksistensi yang tidak mungkin dihentikan kecuali setelah berbagai penyebabnya dilenyapkan yaitu pendudukan Zionis di bumi Palestina dan perampasan tanah-tanahnya serta pengusiran para penduduknya.

Hukum Melebihkan Pembayaran Hutang

Assalamu'alaikum ustad

Bagaimana hukumnya melebihkan pembayaran hutang tanpa ada perjanjian sebelumnya? Dan juga mohon dalilnya.

Jazakallahu khoiron

Ummu azka

Wa'alaikumussalam
Melebihkan pembayaran hutang asalkan tanpa ada perjanjian di muka dan tidak diwajibkan oleh tradisi masyarakat setempat hukumnya boleh.

عن أبي رافع رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه و سلم اسْتَسْلَفَ من رَجُلٍ بَكْرًا، فَقَدِمَتْ عليه إِبِلٌ من إِبِلِ الصَّدَقَةِ، فَأَمَرَ أَبَا رَافِعٍ أَنْ يَقْضِيَ الرَّجُلَ بَكْرَهُ، فَرَجَعَ إليه أبو رَافِعٍ، فقال: لم أَجِدْ فيها إلا خِيَارًا رَبَاعِيًا، فقال: أَعْطِهِ إِيَّاهُ إِنَّ خِيَارَ الناس أَحْسَنُهُمْ قَضَاءً. رواه مسلم

Abu Rafi' radhiallahu 'anhu mengisahkan: Bahwa pada suatu saat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berhutang seekor anak unta dari seseorang, lalu datanglah kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam unta-unta zakat, maka beliau memerintahkan Abu Raafi' untuk mengganti anak unta yang beliau hutang dari orang tersebut. Tak selang beberapa saat, Abu Raafi' kembali menemui beliau dan berkata: "Aku hanya mendapatkan unta yang telah genap berumur enam tahun." Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepadanya: "Berikanlah unta itu kepadanya, karena sebaik-baik manusia adalah orang yang paling baik pada saat melunasi piutangnya." (Muttafaqun 'alaih)

Bolehkah Bertransaksi Untuk Kebutuhan Gereja ?

Pertanyaan:

Bagaimana kita jika menjual barang-barang kebutuhan harian, menjual produk jadi, seperti pisau, meja, lampu, dsb... dimana kita tahu jelas pembelinya adalah pabrik khomer, atau pembelinya adalah gereja, bank ribawi (menjual kertas untuk mencetak billing, menjual mesin ATM, komputer), dst... Dimana jika menggunakan kaidah penjual pisau kita tidak tahu akan digunakan untuk apa maka itu tidak mengapa, dan kita tidak diwajibkan untuk bertanya untuk apa pisau ini anda beli, namun dalam perusahaan yang cukup besar, maka data pelanggan akan dicatat dan jelas siapa mereka, bidang kerja mereka apa. Seperti toko bangunan menjual batu bata untuk pembangunan gereja (mereka tahu jelas karena bata akan dikirim ke gereja dan untuk membangun gereja). [Penanya 1]

***

Alhamdulillah perusahaan saya tidak menjual software pesanan, tapi menjual produk jadi (software yang siap pakai), namun ternyata banyak juga gereja, sekolah-sekolah kristen dan lembaga ribawi yang membelinya), mereka membeli begitu saja tanpa meminta modifikasi atau penambahan.

Juga dalam kondisi, tukang becak atau supir taksi yang dinaiki penumpang untuk diantar ke gereja. Bagaimana sikap mereka, apakah dilayani atau tidak?

Intinya apakah mutlak kita tidak boleh bermuamalah dengan mereka atau masih ada area/bidang yang kita boleh berjual beli dengan mereka, selama produk yang dijual bukan inti kegiatan mereka? [penanya 2]

Jawaban:

Alhamdulillah, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada nabi Muhammad, keluarga dan sahabatnya.

Apa yang dipertanyakan di sini tidak ada bedanya dari apa yang telah di jawabkan sebelumnya. Karenanya dasarnya ialah asas diharamkan ta'awun/kerjasama dalam kemungkaran. Dan tidak diragukan bahwa menjalin hubungan yang langsung memberikan kontribusi positif dalam perbuatan mungkar, baik dengan jual-beli, sewa-menyewa, atau lainnya adalah menyelisihi prinsip ini.

Berikut saya sertakan jawaban Al Lajnah Ad Da'imah Lil Ifta' Kerajaan Saudi Arabia yang semakna dengan apa yang Anda tanyakan di atas:

الفتوى رقم 20507
س: لدينا عمارة في موقع ممتاز، وعلى أفضل الشوارع في مدينة الطائف بحمد الله، والآن يتردد علينا مدير البنك السعودي البريطاني، وذلك لاستئجار المعارض التي تحت هذه العمارة لجعل الفرع الرئيس للبنك بالطائف بها، بمبلغ مغر جدا، ولمدة عشر سنوات، وسوف يدفع خمس سنوات مقدما، ونحن -أصحاب العمارة- في حاجة ماسة إلى السيولة في الوقت الحاضر لسداد بعض الديون التي ترتبت على هذه العمارة، وديون أخرى للغير أحرجنا منهم من كثرة ترددهم علينا، البعض منا يريد تأجيرها على البنك لسداد تلك الديون، والبنك إثمه عليه، ولا إثم علينا؛ لأننا لم نتعامل معه بالربا، ولا مع غيره بحمد الله، وهو مستأجر كغيره من المستأجرين. والبعض منا يقول: إن في ذلك إثما من باب: (وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ) سورة المائدة الآية 2 والآن نحن في حيرة من أمرنا، أفتونا مأجورين. هل نؤجر على البنك وإثمه عليه، أم نحن أصحاب العمارة آثمون إذا أجرنا عليه تلك المعارض؟ حتى نتمكن من الرد على البنك المستعجل على إجابتنا.
ج: لا يجوز تأجير المحلات للبنوك؛ لأنها تتخذها محلات للتعامل بالربا، وقد لعن رسول الله -صلى الله عليه وسلم- آكل الربا وموكله وشاهديه وكاتبه. والمؤجر يدخل في ذلك؛ لأنه أعان على أكل الربا بأخذ الأجرة في مقابل ذلك، والله تعالى يقول: (وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ) سورة المائدة الآية 2، وفي الحلال غنية عن الحرام. وقد قال الله سبحانه: (وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ ) سورة الطلاق الآية 2-3
وبالله التوفيق، وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم.
اللجنة الدائمة للبحوث العلمية والإفتاء
عضو ... عضو ... عضو ... نائب الرئيس ... الرئيس
بكر أبو زيد ... صالح الفوزان ... عبد الله بن غديان ... عبد العزيز آل الشيخ ... عبد العزيز بن عبد الله بن باز

Fatwa no: 20507

[Pertanyaan]
"Alhamdulillah, kami (sekelompok orang yang berserikat) memiliki gedung di tempat yang strategis dan di jalan yang paling bagus pula. Dan sekarang, direktur Saudi British Bank terus menerus mendatangi kami, ingin menyewa ruko yang terletak di bagian bawah bangunan tersebut, untuk dijadikan sebagai kantor cabang pusat bank itu di kota Taif. Ia menawarkan harga sewa yang benar-benar menggiurkan untuk tempo 10 tahun. Dengan ketentuan uang sewa lima tahun pertama akan ia bayarkan di muka. Sedangkan -sekarang ini- kami; pemilik gedung sangat membutuhkan dana untuk melunasi piutang kami selama membiayai pembangunan gedung ini dan juga piutang lainnya. Sekarang ini kami merasa kikuk ketika menghadapi para kreditor, karena mereka telah berkali-kali menagih kami. Sebagian dari kami menginginkan agar gedung itu disewakan kepada bank tersebut, agar kami bisa segera melunasi piutang. Menurutnya dosa bank adalah tanggung jawab pengelola bank, sedangkan kami tidak turut menanggungnya; karena kami –segala puji hanya milik Allah- tidak menjalin akad riba, baik dengan bank atau dengan lainnya. Dan status bank adalah sebagai penyewa layaknya penyewa lainnya.

Akan tetapi sebagian dari kami berpendapat: bahwa menyewakan gedung kepada bank adalah perbuatan dosa, karena tercakup oleh firman Allah Ta'ala:

وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ. المائدة 2

"Dan janganlah kamu tolong-menolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan." (Qs. Al Maidah: 2)

Dan sekarang kami kebingungan, karenanya kami mohon diberi fatwa, semoga Allah melimpahkan pahala kepada bapak: Apakah kami boleh menyewakan ruko itu kepada bank dan hanya merekalah yang menanggung dosanya? Ataukah kami para pemilik gedung juga turut menanggung dosanya, bila menyewakan ruko kami kepada bank? Harap pertanyaan kami dijawab sesegera mungkin, agar kami berdasarkan fatwa bapak, dapat memberikan jawaban kepada pihak bank.

[Jawaban]
Tidak boleh menyewakan ruko kepada bank, karena mereka akan menjadikan ruko itu sebagai tempat untuk menjalankan riba. Karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah melaknat pemakan riba, pemberi riba, dua orang saksinya dan penulisnya. (Riwayat Ahmad, Abu Dawud, An Nasai, Ibnu Majah, Ad Darimi)

Dan orang yang menyewakan gedung tercakup ke dalam hadits ini, karena ia telah turut mendukung terjadinya riba, yaitu dengan menyewakan gedung kepada mereka. Padahal Allah Ta'ala telah berfirman:

وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

"Dan janganlah kamu tolong-menolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Pedik siksa-Nya." (Qs. Al Maidah: 2)

Dan pintu-pintu rizqi yang halal cukuplah banyak, sehingga tidak ada alasan untuk menempuh yang haram.

Dan Allah Ta'ala juga berfirman:

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ

"Dan barang siapa yang bertaqwa kepada Allah, niscaya Allah jadikan baginya jalan keluar, dan Allah melimpahkan kepadanya rizi dari jalan-jalan yang tidak ia duga-duga." (Qs. At Thalaq: 2-3)

Wabillahit Taufiq, semoga shalwat dan salam senantiasa dilimpahkan kepada nabi Muhammad, keluarga dan sahabatnya.

Anggota Tetap Komite Riset Ilmiyyah dan Fatwa

Ketua: Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz
Wakil ketua: Abdul Aziz Alus Syeikh
Anggota: Bakar Abu Zaid
Anggota: Shaleh Fauzan
Anggota: Abdullah Ghudaiyyan

[][][]

NIAT DALAM MUAMALAH

Masalah niat yang baik tidak cukup untuk menjadikan suatu amalan dianggap baik. Orang-orang Hindu, Budha, dan Nasrani juga berniat baik ketika mereka beribadah dan menyembah tuhan-tuhan mereka. Tapi niat itu tidak cukup, makanya mereka tetap dikatakan kafir, dan kelak di akhirat mereka bakal menjadi penghuni neraka.

Sebagaimana niat dalam mu'amalah juga belum cukup, dan harus diiringi oleh amalan nyata yang benar pula. Gambarannya: bagaikan orang yang berniat baik dengan memudahkan urusan orang lain, tapi dengan menerima suap. Semua orang sepakat bahwa pejabat yang menerima uang suap itu telah bertindak kejahatan, walaupun niatnya baik, memudahkan urusan orang lain dan juga ingin mencukupi kebutuhan keluarganya dan niat baik lainnya. Perbuatan tersebut jelas melanggar syari'at, dan dapat merugikan orang lain. Demikian juga halnya menjual barang ke gereja: Melanggar syari'at karena turut melancarkan perbuatan maksiat, dan dapat menimbulkan kerugian pada umat islam lainnya. Karena bisa saja saat ini kegiatan mereka internal, tapi mereka menjadi bisa menjalankan kegiatannyan, sehingga keberadaan mereka tentu meresahkan setiap orang yang benar-benar beriman, terlebih-lebih telah terbukti bahwa mereka/gereja senantiasa berusaha menyebarkan kesesatan dan kekafirannya kepada umat Islam. karenanya tidak sepantasnya sebagai orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk bersikap acuh tak acuh menghadapi kemungkaran dan kekufuran disekitarnya.

Mengapa kita tidak bersikap yang lebih terpuji yaitu dengan aktif berdakwah dan berusaha memberikan tekanan atau mengkondisikan (menciptakan kondisi yang bagus) sehingga para pemeluk agama lain menjadi terseret untuk masuk Islam, minimal meninggalkan agamanya.

Tidakkah hadits berikut cukup untuk memotivasi kita untuk berbuat sesuatu:

عَجِبَ اللَّهُ مِنْ قَوْمٍ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ فِى السَّلاَسِلِ. رواه البخاري

"Allah heran dengan orang-orang yang masuk surga dengan dirantai." (Riwayat Bukhari)

Dan pada riwayat lain disebutkan:

لَقَدْ عَجِبَ رَبُّنَا عَزَّ وَجَلَّ مِنْ قَوْمٍ يُقَادُونَ إِلَى الْجَنَّةِ فِى السَّلاَسِلِ. رواه أحمد وأبو داود

"Sungguh Allah heran dengan orang-orang yang ditarik untuk masuk ke surga dengan menggunakan rantai." (Riwayat Ahmad, dan Abu Dawud)

Saudaraku! Tidakkah anda merasa terpanggil untuk turut menjadi orang-orang yang mampu menarik sebagian orang agar bisa masuk surga dengan menggunakan rantai? Kondisikanlah sedemikian rupa masyarakat anda, agar mereka itu menjadi "mau-tidak mau" "sadar atau tidak sadar" masuk Islam, beribadah, taat dan meninggalkan maksiat.

Selamat berjuang dan menjadi para penuntut umat untuk masuk surga, baik dengan suka rela atau dengan rantai baja.

Ustadz Muhammad Arifin Badri, M.A.

Sumber artikel: http://pengusahamus lim.com/fatwa- perdagangan/ tanya-jawab/ 739-tanya- jawab-bolehkah- bertransaksi- untuk-kebutuhan- gereja.html

Adab Dalam Transaksi Mudharabah

Pertanyaan:

Assalamualaykum,
Saya ditawari oleh teman untuk kerjasama dalam usaha, sebut saja teman saya si A. Si A mempunyai konsep usaha tapi tidak punya modal. Dia menawari saya jadi investor selama jangka waktu setahun. Bagi hasilnya adalah 35% untuk saya dan 65% untuk si A dari keuntungan tiap bulan. Maksud jangka waktu setahun adalah setelah setahun, kerjasama berakhir dan modal saya dikembalikan dan usaha diteruskan/dijalank an si A sendiri, dan saya sudah tidak mendapat bagi hasil lagi (karena modalnya sudah dikembalikan) . Asset usaha yang berupa barang menjadi milik si A. Jadi saya mendapat bagi hasil selama 12 bulan dan pada akhir tahun modal yang saya setor dikembalikan lagi.

Pertanyaan saya:

  1. Bolehkah kerjasama semacam itu menurut syariat Islam? kalau tidak boleh bagaimana solusinya?
  2. Dalam konsep Mudhorobah, misalnya saya dengan si A tadi, siapa pemilik usaha, apakah saya sebagai investor atau si A yang mengelola dan yang punya konsep usahanya?
  3. Apakah ada ketentuan berapa porsi bagi hasil antara investor dengan pengelola?

Demikian pertanyaan saya Ustadz,

Jazakallah Khairan

Probo

Jawab:

Alhamdulillah, shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, keluarga dan sahabatnya.

Saudara Probo, semoga Allah melimpahkan kerahmatan dan hidayah-Nya kepada saudara dan juga keluarga saudara.

Syari'at Islam tidak pernah mengajarkan kepada saudara semboyan "HABIS MANIS SEPAH DIBUANG". Sebaliknya, Islam mengajarkan agar anda senantiasa bersikap ksatria dan berbudi luhur. Karenanya, Islam mengajarkan agar anda senantiasa berterimakasih kepada setiap orang yang telah berbuat baik kepada saudara. Bukan hanya berterimakasih, akan tetapi sudah sepantasnya bila saudara membalas budi baiknya dengan yang setimpal atau lebih baik.

وَمَنْ صَنَعَ إِلَيْكُمْ مَعْرُوفًا فَكَافِئُوهُ فَإِنْ لَمْ تَجِدُوا مَا تُكَافِئُونَهُ فَادْعُوا لَهُ حَتَّى تَرَوْا أَنَّكُمْ قَدْ كَافَأْتُمُوهُ. رواه أحمد وأبو داود وغيرهما

"Barang siapa berbuat baik kepadamu, hendaknya engkau membalasnya. Bila engkau tidak mendapatkan sesuatu yang dapat digunakan untuk membalas kebaikannya, hendaknya engkau mendoakan kebaikan untuknya hingga engkau merasa telah cukup membalasnya." (Riwayat Ahmad, Abu Dawud dan lainnya)

Syari'at membalas budi baik orang lain ini bukan hanya berlaku dalam hal materi, bahkan berlaku pula dalam ucapan salam. Karenanya, bila ada saudara anda mengucapkan salam kepada anda, hendaknya anda menjawabnya dengan yang setimpal atau dengan yang lebih sempurna.

وَإِذَا حُيِّيْتُم بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّواْ بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ حَسِيبًا. النساء 86

"Apabila kamu dihormati (mendapat ucapan salam) dengan suatu penghormatan (ucapan salam), maka balaslah penghormatan (ucapan salam) itu dengan lebih baik, atau balaslah (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungkan segala sesuatu." (Qs. An Nisa': 86)

Abu Ja'far At Thabari menjelaskan maksud ayat ini dengan berkata: "Bila engkai didoakan agar mendapat karunia panjang umur, dan keselamatan, maka hendaknya engkau membalas doanya dengan balik mendoakannya dengan yang lebih baik. Kalau engkau enggan mendoakan dengan yang lebih baik, maka paling kurang engkau membalas doanya dengan doa yang sama." (Tafsir At Thabari 5/586)

Dalam urusan utang-piutang, bila anda mendapatkan uluran tangan dari saudara anda dalam bentuk piutang, maka syari'at ini juga berlaku padanya. Anda dianjurkan untuk mengembalikan dengan yang lebih baik, asalkan pengembalian ini tidak dipersyaratkan ketika akad, dan atas inisiatif ana sendiri.

عن أبي رافع رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه و سلم اسْتَسْلَفَ من رَجُلٍ بَكْرًا، فَقَدِمَتْ عليه إِبِلٌ من إِبِلِ الصَّدَقَةِ، فَأَمَرَ أَبَا رَافِعٍ أَنْ يَقْضِيَ الرَّجُلَ بَكْرَهُ، فَرَجَعَ إليه أبو رَافِعٍ، فقال: لم أَجِدْ فيها إلا خِيَارًا رَبَاعِيًا، فقال: أَعْطِهِ إِيَّاهُ إِنَّ خِيَارَ الناس أَحْسَنُهُمْ قَضَاءً. رواه مسلم

Abu Rafi' radhiallahu 'anhu mengisahkan: Bahwa pada suatu saat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallamshallallahu 'alaihi wa sallam unta-unta zakat, maka beliau memerintahkan Abu Raafi' untuk mengganti anak unta yang beliau hutang dari orang tersebut. Tak selang beberapa saat, Abu Raafi' kembali menemui beliau dan berkata: "Aku hanya mendapatkan unta yang telah genap berumur enam tahun." Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepadanya: "Berikanlah unta itu kepadanya, karena sebaik-baik manusia adalah orang yang paling baik pada saat melunasi piutangnya." (Muttafaqun 'alaih)

Bila demikian adanya, layakkah bagi seorang pengusaha muslim, setelah ia mendapatkan kepercayaan dari saudaranya untuk mengelola modal usaha miliknya, akan tetapi setelah ia mampu, ia mendepak pemberi kepercayaan itu? Di saat ia mulai melihat tanda-tanda keberhasilan, bukannya ia berterimakasih kepada saudaranya, ia malah menendang saudaranya yang telah memberinya kepercayaan. Dahulu saudaranya memberinya kepercayan, dan sekarang ia malah tidak murka bila saudaranya turut mencicipi keberhasilan usahanya. Mengapa ulah semacam ini bisa terjadi? Hanya badai ambisi dan keserakahanlah yang telah menutup hati nuraninya, sehingga ia dengan mudah melupakan saudaranya yang telah memberinya kepercayaan.

Dapatkah hati nurani anda menerima perlakuan tidak mulia semacam ini? Bila anda tidak suka, maka janganlah anda memperlakukan saudara anda dengan cara-cara semacam ini.

مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُزَحْزَحَ عَنِ النَّارِ وَيَدْخُلَ الْجَنَّةَ فَلْتَأْتِهِ مَنِيَّتُهُ وَهُوَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَلْيَأْتِ إِلَى النَّاسِ الَّذِى يُحِبُّ أَنْ يُؤْتَى إِلَيْهِ. رواه مسلم

"Barang siapa mendambakan dirinya dijauhkan dari api neraka, dan dimasukkan ke surga, hendaknya ia mati dalam keadaan beriman kepada Allah dan hari akhir. Dan hendaknya ia memperlakukan orang lain dengan perilaku yang ia suka untuk diperlakukan dengannya." (Riwayat Muslim)

Demikianlah bila kita mengkaji masalah ini dari sisi akhlaq.

Adapun bila kita pandang dari sisi hukum mu'amalah, maka perbuatan ini nyata-nyata haram dan termasuk memakan harta orang lain dengan cara-cara yang tidak terpuji.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ. النساء: 29

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu." (Qs. An Nisa': 29), dan makna firman Allah Ta'ala "perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka" ialah perniagaan yang didasari oleh rasa suka sama suka sesama kalian.

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam juga menegaskan hal yang sama:

لاَ يَحِلُّ مَالُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ إِلاَّ بِطِيبِ نَفْسٍ مِنْهُ. رواه أحمد والدارقطني والبيهقي، وصححه الحافظ والألباني

"Tidaklah halal harta seorang muslim kecuali dengan dasar kerelaan jiwa darinya." (Riwayat Ahmad, Ad Daraquthny, Al Baihaqy dan oleh Al Hafizh Ibnu Hajar dan Al Albany hadits ini dinyatakan sebagai hadits shahih)

Penjelasannya sebagai berikut:

Diantara permasalahan yang perlu didudukkan selalu sebelum anda memulai suatu usaha atau akad, ialah masalah status kepemilikan barang. Permasalahan ini sangat penting untuk diperjelas pada saat akad: milik siapakah barang atau unit usaha yang akan dijalankan?

Dengan kejelasan status kepemilikan barang dan unit usaha, maka akan jelas pulalah hak dan tanggung jawab masing-masing pihak terkait.

Kejadian-kejadian semacam yang ditanyakan di sini adalah salah satu dampak langsung dari tidak diperjelasannya status kepemilikan unit usaha ketika akad.

Sering kali, akad kerjasama usaha, baik itu dengan konsep mudharabah, salam, atau syarikah atau lainnya hanya didasari oleh asas saling mempercayai dan gambaran ideal tentang seorang muslim yang berbudi luhur dan jauh dari ambisi dan keserakahan.

Tapi apa daya, bila ternyata ketika di kemudian hari setelah usaha berhasil atau sebaliknya yaitu merugi, mulailah wajah yang asli dari masing-masing pihak nampak dengan jelas. Masing-masing pihak hanyut dalam ambisi masing-masing, sedangkan gambaran ideal seorang muslim redup dan akhirnya sirna. Yang tersisa hanyalah ambisi dan keserakahan.

Para ulama' ahli fiqih telah menjelaskan tentang status kepemilikan barang dalam akad mudharabah atau yang semisal. Sebagian ulama' menegaskan hal ini dengan menyatakan:



"Harta benda beserta seluruh turunannya adalah hak pemilik harta."

Berikut ini beberapa hukum mudharabah yang membuktikan hal tersebut:

Pertama:

Para ahli fiqih menjelaskan bahwa di antara ketentuan akad mudharabah ialah dengan menyebutkan bagian pelaksana usaha dari hasil/keuntungan yang diperoleh. Adapun bagian pemodal dari keuntungan yang diperoleh tidak wajib disebutkan. Yang demikian itu dikarenakan pelaksana usaha berhak mendapatkan bagian dari keuntungan karena adanya persyaratan, sedangkan pemodal, berhak mendapatkan bagian dari keuntungan karena keuntungan yang diperoleh adalah keturunan/hasil dari modal miliknya. (Silahkan baca: Nihayatul Mathlab oleh Al Juwaini 7/455, Al Wasith oleh Al Ghazali 4/111-112, Al Mughni oleh Ibnu Qudamah 7/140)

Ibnu Qudamah berkata:

وإن قدر نصيب العامل فقال : ولك ثلث الربح أو ربعه أو جزءا معلوما أي جزء كان فالباقي لرب المال لأنه يستحق الربح بماله لكونه نماءه وفرعه والعامل يأخذ بالشرط فما شرط له استحقه وما بقي فلرب المال بحكم الأصل

"Bila pada saat akad, bagian pelaksana usaha dari keuntungan telah ditentukan, misalnya pemodal berkata: Engkau berhak mendapatkan 1/3, atau 1/4 atau berapa persen yang jelas dari keuntungan, maka sisa keuntungannya menjadi hak pemodal. Yang demikian itu dikarenakan pemodal berhak menerima bagian dari keuntungan karena keutungan yang ada merupakan hasil dan keturunan dari modalnya. Sedangkan pelaku usaha, maka ia berhak mendapatkan bagian dari keuntungan karena adanya persyaratan. Dengan demikian, seberapapaun bagian yang dipersyaratkan untuknya, maka hanya itulah haknya, sedangkan sisanya milik pemodal berdasarkan kaedah/hukum asal (yaitu modal beserta hasilnya adalah milik pemodal-pen) ." (Al Mughni 7/140)

Dengan demikian, bila bagian pelaksana usaha tidak disebutkan, maka akad mudharabah mengandung gharar (ketidak pastian). Dan sudah barang tentu hal itu –menurut banyak ulama'- menjadikan akad mudharabah antara keduanya tidak sah dan terlarang. (baca referensi di atas).

Kedua:

Di antara hal yang membuktikan bahwa kepemilikan unit usaha pada akad mudharabah adalah milik pemodal ialah: Pelaku usaha tidak berhak mendapatkan bagian dari keuntungan kecuali setelah modal secara utuh dikembalikan kepada pemodal, yaitu setelah tutup buku. Dan keuntungan usaha sebelum tiba saatnya tutup buku merupakan cadangan bagi modal usaha. Dengan demikian bila setelah mendapat keuntungan terjadi kerugian, maka keuntungan yang telah diperoleh wajib digunakan untuk menutupi kerugian yang terjadi setelahnya. Demikianlah seterusnya hingga tiba saatnya tutup buku. Saat itulah, pelaku usaha berhak mengambil bagi hasil yang telah disepakati. (Baca: Nihayatul Mathlab oleh Al Juwaini 7/505-506, Al Wasith oleh Al Ghazali 4/122, Al Mughni Ibu Qudamah 7/165, Raudhatut Thalibin oleh An Nawawi 5/136, Az Zakhirah oleh Al Qarafi 6/89, & Mughnil Muhtaj oleh As Syarbini 2/318)

Ketiga:

Para ulama' juga telah menegaskan bahwa status dan wewenang pelaku usaha dalam akad mudharabah hanyalah sebagai seorang perwakilan. Dengan demikian, wewenangnya terbatas. Karenanya, para ulama' menyebutkan bahwa pelaku usaha tidak dibenarkan untuk menghibahkan sebagian harta mudharabah, atau menjualnya dengan harga lebih murah dari harga pasar, atau membeli dengan harga lebih mahal dari harga pasar. Sebagaimana wewenangnya juga dibatasi oleh berbagai persyaratan pemilik modal.

Bila pelaku usaha melanggar kewenangannya, semisal menghibahkan sebagian harta mudharabah tanpa izin, atau membeli dengan harga yang lebih mahal dari harga pasar, maka ia wajib menggantinya. (Baca: Al Wasith oleh Al Ghazali 4/116, Al Mughni oleh Ibnu Qudamah 7/150-151, & Bada'ius Shana'i oleh Al Kasani 6/87)

Keempat:

Bila terjadi kerugian, maka kerugian yang berbentuk finansial (materi) maka sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemodal. Dan bila pada akad dipersyaratkan agar pelaku usaha turut menanggung kerugian materi/finansial, maka persyaratan ini tidak sah.

Ibnu Qudamah berkata:

متى شرط على المضارب ضمان المال أو سهما من الوضيعة فالشرط بالطل لا نعلم فيه خلافا

"Bila disyaratkan agar pelaku usaha agar menjamin modal atau turut menanggung sebagian dari kerugian, maka persyaratan ini batal (tidak sah). Kami tidak mengetahui adanya perbedaan pendapat tentang hukum ini." (Al Mughni oleh Ibnu Qudamah 7/176)

Keempat hukum diatas membuktikan bahwa unit usaha yang didirikan dengan dana dari pemodal dengan skema mudharabah ialah milik pemodal.

KESIMPULAN

Bila demikian adanya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
berhutang seekor anak unta dari seseorang, lalu datanglah kepada Nabi المَالُ وَنَمَاؤُهُ لِصَاحِبِ الْمَالِ

  1. Sikap sebagian orang yang "habis manis sepah dibuang" tidak dibenarkan dalam Islam.
  2. Unit usaha dalam akad mudharabah adalah milik pemodal dan bukan milik pelaksana usaha.
  3. Wewenang untuk menjual unit usaha adalah milik pemodal, dengan demikian hanya pemodal yang berhak memutuskan, apakah unit usaha tersebut akan ia jual atau tidak. Dan bila ia jual, maka penentuan harganya sepenuhnya terserah kepadanya.
  4. Setiap unit usaha memiliki hak-hak non materi, berupa merek dagang, pasaran (pelanggan) dan lain sebagainaya. Tentu berbagai hal ini mempengaruhi harga jual unit usaha. Karenanya sebagai bentuk kelaliman bila pada saat tutup buku, pelaku usaha hanya mengembalikan dana pemodal apa adanya, karena itu (biasanya-) lebih sedikit dari nilai jual unit usaha yang telah berjalan lancar, dengan merek dagang, pelanggan, dan lainnya.
  5. Bila ketentuan ini tidak dapat diterima oleh pelaku usaha, maka sikapnya ini hanya memiliki dua penafsiran: (A). Ia telah mengambil hak pemodal dengan paksa, dan ini adalah perbuatan haram. (B). Akad yang terjalin antaranya dengan pemodal sebenarnya adalah akad hutang-piutang, karena diantara perbedaan antara akad hutang-piutang dari akad mudharabah ialah status kepemiliki unit usaha.

Dan berikut perbedaan antara keduanya dengan lebih terperinci

akad mudharabah

Wallahu a'alam bisshowab, semoga Allah Ta'ala melimpahkan kepada kita semua rizqi yang halal dan akhlaq yang terpuji. Dan semoga praktek-praktek "habis manis sepah dibuang" segera sirna dari tengah-tengah kita.

Ustadz Muhammad Arifin Badri, M.A.

Sumber artikel: http://pengusahamus lim.com/fatwa- perdagangan/ tanya-jawab/ 740-tanya- jawab-adab- dalam-transaksi- mudharabah. html